Nama : Tiara Nur Shinta
NIM : RRA1C110011
UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH : KIMIA
BAHAN ALAM
SKS
: 2
DOSEN
: Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU
: 22-29
Desember 2012
PETUNJUK : Ujian ini open book. Tapi tidak
diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka anda dinyatakan GAGAL. Jawaban
anda diposting di bolg masing-masing.
1. Jelaskan
dalam jalur biosintesis triterpenoid, identifikasilah faktor-faktor penting
yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak.
Saponin
tritetpenoid
tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin
ini adalah turunan –amyrine. Semua
senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari
asetil CoA . menjadi asetoasetil-CoA yang
dikatalisasi oleh enzim asetil-CoA asetiltransferase. Selanjutnya
asetoasetil-CoA berkondensasi lagi dengan satu unit asetil-CoA lainnya untuk
membentuk molekul β-hidroksi-β-metilglutaril-CoA (HMG-CoA) yang dikatalisasi
oleh enzim HMG-CoA sintase. Proses kedua adalah reduksi HMG-CoA oleh NADPH
dengan katalisasi oleh enzim HMG-CoA reduktase menjadi asam mevalonat. Pada
proses berikutnya, dengan bantuan enzim mevalonat kinase dan enzim
fosfomevalonat kinase, asam mevalonat dikonversi menjadi
asam-5-pirofosfo-3-fosfomevalonat. Selanjutnya enzim pirofosfomevalonat
dekarboksilase akan bekerja untuk merubah asam-5- pirofosfo-3-fosfomevalonat
menjadi isopentenil pirofosfat (IPP). Dalam proses selanjutya IPP dengan
bantuan enzim IPP isomerase akan membentuk reaksi kesetimbangan menjadi
dimetilalil pirofosfat (DMAPP). Kondensasi IPP dan DMAPP yang akan membentuk
geranil pirofosfat (GPP, C-10) dan farnesil pirofosfat (FPP, C-15) yang
dikatalisasi oleh geranil pirofosfat sintase dan fenesil pirofosfat sintase
berturut-turut. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP untuk
menghasilkan senyawa-senyawa triterpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa
jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah
hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat
berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti
isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.
Menurut saya faktor yang mempengaruhi hasil dari biosintesis triterpenoid
adalah enzim HMG-CoA sintase, enzim HMG-CoA
reduktase, enzim mevalonat kinase dan enzim fosfomevalonat kinase, enzim
pirofosfomevalonat dekarboksilase enzim IPP isomerase terutama enzim IPP isomerase karena
enzim ini yang membantu terbentuknya penggabungan antara Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP). Dimana semua
enzim-enzim ini berperan penting dalam biosintesis triterpenoid ini karena
dengan adanya bantuan enzim ini maka dapat diketahui senyawa triterpenoid
tersebut, enzim itu sendiri merupakan biomolekul berupa protein yang
berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya
menjadi molekul lain yang disebut produk.
Dan faktor selanjutnya yang mempengaruhi hasil biosintesis ini adalah Reaksi-reaksi
sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan
reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral
dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan
sebagainya.
2. Jelaskan
dalam penentuan struktur flavonoid, kekhasan signal dan intensitas serapan
dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya
dua struktur yang berbeda.
JAWAB:
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat
diekstraksi dengan alkohol 70% dan tetap ada pada lapisan air setelah ekstrak
dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu
warnanya berubah bila di tambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah
dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.
Flavonoid
mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukan pita
serapan kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya terdapat
dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.
Menurur saya kekhasan dari penentuan struktur terletak
dari daerah pita serapan yang terdapat pada suatu senyawa tersebut, dimana
dengan adanya alat ini dapat digunakan untuk menentukan struktur tampak pada daerah
yang mempunyai ciri khas yang spesifik. Didalam hal ini terdapat tiap gugus
suatu senyawa yang mempunyai daerah signal tersendiri, dimana pada setiap spektrum
IR dapat diketahui jarak daerah serapan yang terdapat pada senyawa tersebut
sedangkan pada spektrum NMR dapat diketahui strukturnya. Untuk mengetahui spektrum
ini dapat diketahui berupa gambar.
Contoh :
1.
Identifikasi untuk mengetahui
pola spektrum antosianin menggunakan spektrofoto-meter UV-Vis dilakukan dengan
cara ekstrak kulit buah manggis ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis
tipis (KLT) preparatif kemudian dielusi menggunakan fase gerak BAA (4: 1
: 5). Pada hasil Spektrum UV-Vis hasil KLT preparatif, dihasilkan puncak panjang
gelombang maksimal pada 279 nm, 317 nm
dan 525 nm . Puncak pada panjang gelombang 279 nm dan 525 nm menunjukkan ciri dari
senyawa antosianin. Kandungan Antosianin pada
kulit manggis termasuk jenis sianidin
(3,5,7,3',4')-3-glukosida yang memiliki panjang gelombang maksimal 275
nm dan 523 nm
2. Senyawa 1
memperlihatkan warna magenta
dengan Mg/HCl dan
memperlihatkan pita serapan UV yang spesifik flavonoid. Spektrum UV dari
senyawa dalam metanol memperlihatkan 2 pita serapan yang paling jelas
yaitu pada 260nm (pita II) dan 380nm (pita I) yang spesifik untuk kelompok
flavonol. Spektrum H-NMR juga mendukung struktur flavonol dan menunjukkan
adanya proton H-6, H-8, H-2’, H-5’, dan proton H-6’. Spektrum PMR dari
senyawa dalam DMSO-d6 memperlihatkan dua kelompok resonansi yang
berbeda. Spektrum tersebut menunjukkan dua doublet pada δ 7.78 (1H,
J=1.8Hz) dan δ 6.95 (1H, J=9Hz) , satu doublet dari doublet-doublet pada δ 7.65 (1H, J=9, 1.8Hz), menunjukkan karaketristik cincin benzene 1,2,4-
memperlihatkan pita serapan UV yang spesifik flavonoid. Spektrum UV dari
senyawa dalam metanol memperlihatkan 2 pita serapan yang paling jelas
yaitu pada 260nm (pita II) dan 380nm (pita I) yang spesifik untuk kelompok
flavonol. Spektrum H-NMR juga mendukung struktur flavonol dan menunjukkan
adanya proton H-6, H-8, H-2’, H-5’, dan proton H-6’. Spektrum PMR dari
senyawa dalam DMSO-d6 memperlihatkan dua kelompok resonansi yang
berbeda. Spektrum tersebut menunjukkan dua doublet pada δ 7.78 (1H,
J=1.8Hz) dan δ 6.95 (1H, J=9Hz) , satu doublet dari doublet-doublet pada δ 7.65 (1H, J=9, 1.8Hz), menunjukkan karaketristik cincin benzene 1,2,4-
3. Dalam
isolasi alkaloid, pada tahap awal dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan
dasar penggunaan reagen tersebut, dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga
macam alkaloid.
JAWAB :
Menurut
saya kebanyakan alkaloid dibutuhkan dalam kondisi basa, karena alkaloid ini
merupakan senyawa organik yang terdapat dialam bersifat basa atau alkali dan
sifat basa ini disebabkan adanya atom N (nitrogen) dalam molekul senyawa
tersebut pada struktur lingkar heterosiklik atau aromatis. Dan sifat kimia dari
alkaloid ini yang paling penting adalah kebasaannya.
Umumnya
isolasi bahan bakal sediaan galenik yang mengandung alkaloid dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu :
1.
Dengan
menarik menggunakan pelarut-pelarut organik berdasarkan azas Keller. Yaitu
alkaloida disekat pada pH tertentu dengan pelarut organik. Prinsip pengerjaan
dengan azas Keller yaitu alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal sebagai
bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam tersebut menjadi alkaloida yang
bebas. Untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat daripada basa alkaloida
tadi. Alkaloida yang bebas tadi diekstraksi dengan menggunakan pelarut –pelarut
organic misalnya Kloroform. Tidak dilakukan ekstraksi dengan air karena dengan
air maka yang masuk kedalam air yakni garamgaram alkaoida dan zat-zat pengotor
yang larut dalam air, misalnya glikosida-glikosida, zat warna, zat penyamak dan
sebagainya. Yang masuk kedalam kloroform disamping alkaloida juga lemaklemak,
harsa dan minyak atsiri. Maka setelai alkaloida diekstraksi dengan kloroform
maka harus dimurnikan lagi dengan pereaksi tertentu. Diekstraksi lagi dengan
kloroform. Diuapkan, lalu didapatkan sisa alkaloid baik dalam bentuk hablur
maupun amorf. Ini tidak berate bahwa alkaloida yang diperoleh dalam bentuk
murni, alkaloida yang telah diekstaksi ditentukan legi lebih lanjut. Penentuan
untuk tiap alkaloida berbeda untuk tiap jenisnya. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada ekstraksi dengan azas Keller, adalah :
a.
Basa yang
ditambahkan harus lebih kuat daripada alkaloida yang akan dibebaskan dari
ikatan garamnya, berdasarkan reaksi pendesakan.
b.
Basa yang
dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloida pada umumnya kurang stabil.
Pada pH tinggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam keadaan bebas,
terlebih bila alkaloida tersebut dalam bentuk ester, misalnya : Alkaloid
Secale, Hyoscyamin dan Atropin.
c.
Setelah
bebas, alkaloida ditarik dengan pelarut organik tertentu, tergantung
kelarutannya dalam pelarut organik tersebut.
Dibawah ini
adalah jenis-jenis pereaksi yang digunakan dalam alkaloid:
a. Gugus Amin Sekunder
Reaksi SIMON : larutan alkaloida + 1% asetaldehid + larutan na.
nitroprussida = biru-ungu.
Hasil cepat ditunjukkan oleh
Conilin, Pelletierin dan Cystisin.
Hasil lambat ditunjukkan oleh Efedrin, Beta eucain, Emetin, Colchisin dan Physostigmin.
b. Gugus Metoksi
Larutan dalam Asam Sulfat + Kalium Permanganat = terjadi formaldehid,
dinyatakan dengan reaksi SCHIFF. Kelebihan
Kalium Permanganat dihilangkan dengan Asam Oksalat.
Hasil positif untuk Brucin, Narkotin, koden, Chiksin, Kotarnin, Papaverin, Kinidin,
Emetin, Tebain, dan lain-lain
c. Gugus Alkohol Sekunder
Reaksi SANCHES : Alkaloida + Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl pekat,
dipanaskan diatas tangas air = merah-ungu.Hasil positif untuk Morfin, Heroin,
Veratrin, Kodein, Pronin, Dionin, dan Parakonidin.
d. Gugus
Formilen
Reaksi WEBER & TOLLENS :
Alkaloida + larutan Floroglusin 1% dalam Asam Sulfat (1:1),
panaskan = merah.
Reaksi LABAT :
Alkaloida + Asam Gallat + asam Sulfat pekat, dipanaskan diatas tangas air =
hijau-biru.
Hasil positif untuk Berberin, Hidrastin, Kotarnin, Narsein, Hidrastinin,
narkotin, dan Piperin.
e. Gugus Benzoil
Reaksi bau : Esterifikasi dengan alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester.
Hasil positif untuk Kokain, Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan
lain-lain.
f. Reaksi GUERRT
Alkaloida didiazotasikan lalu + Beta Naftol = merah-ungu.
Hasil positif untuk kokain, Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain,
Beta eukain, dan lain-lain.
g.
Reduksi Semu
Alkaloida klorida + kalomel + sedikit air = hitam Tereduksi menjadi logam
raksa.
Raksa (II) klorida yang terbentuk terikat dengan alkaloid sebagai kompleks.
Hasil positif untuk kokain, Tropakain, Pilokarpin, Novokain, Pantokain,
alipin, dan lain-lain.
h. Gugus
Kromofor
· Reaksi KING :
Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1 volume Diazo B + natrium Hidroksida =
merah intensif. Hasil positif untuk Morfin, Kodein, Tebain dan lain-lain.
· Reaksi SANCHEZ :
Alkaloida + p-nitrodiazobenzol (p-nitroanilin + Natrium Nitrit + Natrium
Hidrolsida) = ungu kemudian jingga. Hasil positif untuk alkaloida opium kecuali
Tebain, Emetin, Kinin, kinidin setelah dimasak dengan Asam Sulfat 75%.
Contoh :
1. Isolasi
tumbuhan jambu keling
Bagian tumbuhan Jambu Keling yang digunakan adalah bagian daun, bagian
yang akan di ketahui kandungan senyawanya, Bagian daun
tumbuhan jambu keling didestruksi basah dengan HCl dalam metanol, kemudian
dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH sehingga didapat Padatan
berupa Endapan selanjutnya Endapan dikeringkan dan diekstraksi. Kemudian hasil
tersebut direndam dalam khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator.
Selanjutnya dilakukan pemisahan dan pemurnian yaitu Ekstrak pekat khloroform pada
Kromatografi kolom dan untuk Fraksi dengan Rf sama dan positif dengan pereaslsi
Maeyer kemudian dilakukan rekristalisasi
sehingga didapat Kristal murni. Selanjutnya kristal tersebut di Analisis
spektroskopi dan dilakukan Penentuan titik leleh kemudian didapat Hasil
pengamatan Kristal yang diperoleh berwarna kuning dan Titik leleh = 293oC – 295oC.
2. Isolasi
daun brotowali
Sebanyak
100 g serbuk daun brotowali diekstrak secara maserasi menggunakan pelarut
methanol dengan perbandingan 1:3 (b/v) selama 3x24 jam. Kemudian, hasil yang
diperoleh disaring dengan penyaring Buchner, lalu diuapkan dengan evaporator
Buchi, sehingga diperoleh ekstrak metanol kental. Selanjutnya, ekstrak metanol
kental diekstrak cair-cair dengan pelarut petroleum eter (fraksi 40-60 hasil
distilasi dari p.e. teknis) dengan perbandingan 1:1 (v/v), hingga diperoleh
ekstrak metanol bebas minyak. Ekstrak metanol bebas minyak diasamkan dengan
asam klorida 2 N sampai tercapai pH 2. Kemudian diekstrak kembali dengan
pelarut petroleum eter. Lalu, larutan HCl 2 N hasil ekstraksi tersebut
dibasakan dengan larutan ammonium hidroksida sampai pH ~ 10. Selanjutnya, diekstrak
dengan kloroform. Lapisan kloroform dipisahkan, lalu diuapkan sehingga
diperoleh ekstrak alkaloid kasar (crude alkaloid).
Identifikasi
awal adanya kandungan senyawa alkaloid dilakukan dengan uji warna terhadap
ekstrak metanol dan petroleum eter dengan pereaksi Dragendorff dan pereaksi
Mayer. Pada uji warna dengan pereaksi Dragendorff, ekstrak ditotolkan pada plat
KLT, kemudian disemprot dengan reagen. Sedangkan, uji warna dengan pereaksi
Mayer dilakukan dengan cara sejumlah kecil ekstrak metanol dan petroleum eter
dilarutkan dalam reagen.
3.
Isolasi
kafein dari daun teh
Untuk
mengisolasi kafein dari daun the kering , 25 gram daun teh
kering ditambahkan 20 gram Na2CO3 dan
ditambahkan 275 ml air mendidih. Na2CO3 merupakan garam non-polar, yang dapat terurai
didalam air menjadi ion Na+ yang mengikat kafein dan CO3- yang mengikat H2O
membentuk HCO3 (sutau asam). Garam kafein + Na larut dalam air. Air mendidih
yang ditambahkan berfungsi membuka pori-pori dari daun the agar ekstrak daun
the dapat keluar dengan sempurna dan kafein yang didapatkan cukup banyak.
Larutan bersifat basa karena panambahan Na2CO3 yang
bresifat basa. Larutan dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan 30 ml
diklorometan, dikocok kemudian didiamkan , panambahan dikloromaetan berfungsi
mengikat kafein yang tadinya berbentuk garam dengan Na+ menjadi berikatan
dengan diklorometan, sebab kepolaran kafein hampir sama dengan diklorometan
tersebut sehingga kelarutan kafein cukup besar didalam diklorometan (140 mg/l)
sementara kelarutan kafein didalam air lebih rendah (22 mg/l). Adanya perbedaan
kelarutan, maka terbentuk dua lapisan pada corong pisah, lapisan atas adalah
lapisan air dan lapisan bawah adalah larutan diklorometan-kafein.
Penambahan
MgSO4 anhidrat, anhidrat sendiri berarti tanpa air sehingga
fungsi MgSO4 anhidrat ini adalah untuk mengikat air yang masih
terbawa dalam larutan diklorometan kaefin, setalah itu didestilasi diatas
penangas air. Destilasi ini berfungsi untuk menghilangkan diklorometan (titih
didih 80 0C) dan meninggalkan residu kristal berwarna putih
kekuningan , dimana kristal tersebut merupakan kafein yang masih kotor. Lalu
kedalam kristal ditambahkan aseton panas, aseton ini berfungsi melarutkan
kafein dan pengotor yang masih tertinggal, kemudian ditambahkan n-heksana untuk
mengikat aseton dan pengotor. Aseton panas merupakan pelarut yang bersifat semi
polar namun lebih cenderung ke polar, sehingga aseton dapat berikatan dengan
baik dengan n-heksana. Pengkristalan kafein terjadi karena hanya kafein yang
bersifat nonpolar dalam campuran tersebut, kristal disaring dengan corong
Buchner yang dilapisi dengan kertas saring lalu dipanaskan. Pemanasan pada
kristal murni dimaksudkan untuk mendapatkan kristal murni yang kering.
Selanjutnya,
pengujian alkaloid untuk kristal yang diperoleh, diambil 10 mg kristal lalu
dilarutkan dengan sedikit air kemudian ditambahkan 1-2 tetes pereaksi
dragendorf dan menghasilkan larutan berwarna jingga yang menunjukkan adanya
alkaloid.
4. Jelaskan
keterkaitan diantara biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur senyawa
bahan alam . Berikan contohnya.
JAWAB :
1. Biosintesis ini
merupakan proses pembentukan dan peenguraian di
mana reaksi kimia dihasilkan
dari pada bahan yang akan uji. Dimana
biosintesis tidak seperti sintesis kimia
karena biosintesis
ini berlaku dalam organisme
hidup yang dibantu oleh enzim
yang sebagiannya metabolisme dalam proses ini.
2. isolasi
senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah usaha bagaimana caranya memisahkan
senyawa yang bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang
murni. salah satu usaha
mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan
pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar
akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non polar
lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Dengan kata lain, pemilihan pelarut
harus disesuaikan dengan sifat-sifat senyawa yang akan dimurnikan. Isolasi
berdasarkan sifat kimia dan kereaktifan bahan alam terhadap pelarut
tertentu. Bahan alam diisolasi melalui reaksi kimia dan dipisahkan dari senyawa
lain yang tidak bereaksi. Dan isolasi ini juga merupakan sebuah usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang
bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan
mengandung ribuan senyawa yang dikategorikan sebagai metabolit primer dan
metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami ini
mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena senyawa
metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia.
3. Penentuan struktur
dilakukan dengan alat spektroskopi, dimana pada metode spektroskopi ini
digunakan untuk menentukan dan mengkonfirmasi struktur molekul dan meninjau
reaksi untuk mengetahui kemurnian dari senyawa tersebut. Spektrokopi terdiri dari berbagai macam yaitu :
a.
Spektroskopi emisi
b.
Spectroskopi absorbsi
c.
NMR Spektroskopi
d.
Spektroskopi Infra Merah
Dari pengertian diatas
menurut saya hubungan antara biosintesis,isolasi dan penentuan struktur adalah
Pada jalur biosintesis dapat mengetahui senyawa yang sederhana menjadi senyawa
yang kompleks dan mendapatkan metabolit sekunder, serta tahap-tahap yang
digunakan untuk menghasilkan proses dari suatu senyawa serta hasil biosintesis
didapatkan suatu senyawa yang murni. Kemudian senyawa murni tersebut dilanjutkan
dengan melakukan suatu isolasi dari suatu senyawa dimana isolasi merupakan
suatu cara untuk memisahkan suatu komponen yang terdapat pada suatu senyawa
sehingga mendapatkan senyawa yang murni sehingga bebas dari zat pengotor pada suatu senyawa, dimana dari hasil isolasi
ini terdapat senyawa yang benar-benar murni yaitu berupa residu yang telah
murni. Hasil dari isolasi yang telah murni dapat ditentukan struktur dengan
menggunakan alat yang bernama spektroskopi yaitu untuk mengetahui daerah
serapan maupun penetuan struktur.
Contoh :
Disini saya mengambil contoh
pada biosintesis, isolasi dan penentuan struktur terhadap kafein
Kafeina atau lebih
populernya kafein, ialah senyawa
alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit.
1.
Biosintesis kafein
2.
Isolasi kafein
25 g daun
teh kering dan 20 g natrium karbonat
dimasukkan ke dalam labu.
Erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan 225 mL air mendidih. Diamkan selama 7 menit, kemudian didekantasi ke dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam daun teh ditambahkan 50 mL air mendidih, kemudian ekstrak teh segera didekantasi dan digabungkan dengan ekstrak sebelumnya.Untuk mengekstrak sisa kafein yang mungkin ada, air berisi daun teh dididihkanselama 20 menit, kemudian ekstraknya didekantasi. Ekstrak teh didinginkan hingga suhu kamar, kemudian, lakukan ekstraksi di dalam corong pisah dengan penambahan 30 mL diklorometana. Corong pisah dikocok secara perlahan selama 5 menit (supaya tidak terbentuk emulsi) dan sesekali keran corong pisah dibuka untuk mengurangi tekanan udara dalam corong. Ekstraksi diulang dengan penambahan 30 mL diklorometana ke dalam corong pisah. Ekstrak diklorometana dan semua fraksi yang berwujud emulsi digabungkan di dalam labu Erlenmeyer 125 mL, kemudian tambahkan kalsium klorida anhidrat ke dalam gabungan
ekstrak dan emulsi, sambil diaduk
dan digoyang selama 10 menit. Kemudian, ekstrak diklorometana disaring dengan penyaringan biasa. Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan 5 mL diklorometana. Filtrat digabung dan lakukan distilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan diklorometana. Produk yang terbentuk ditimbang dan dilakukan rekristalisasi menggunakan 5
mL aseton panas, lalu larutan ini dipindahkan
dengan pipet ke dalam labu Erlenmeyer
kecil. Masih dalam keadaan panas, tambahkan ,n-heksana tetes demi tetes sampai
terbentuk kekeruhan. Dinginkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap (vakum). Kristal dicuci dengan
beberapa tetes n-heksana. Kemudian dilakukan pengujian titik leleh.
3.
Penentuan struktur