Rabu, 28 November 2012

ISOLASI SENYAWA TERPENOID


ISOLASI SENYAWA TERPENOID
DARI DAUN TANAMAN NILAM (pogostemon heyneanus, benth)
 Cara kerja
penelilti ini meliputi empat tahap pengerjaan yaitu ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan karakterisasi.
a.       Ektraksi
sampel daun direndam (maserasi ) dengan menggunakan metanol + 3-4 hari. Setelah itu maserat yang diperoleh dikumpulkan, disaring, dan dipekatkan dengan penguap bertekanan rendah hingga diperoleh residu yang kering. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dipartisi dengan menggunakan etil asetat : air = 1 :1 sebanyak 3 kali menghasilkan 2 fase yaitu fase etil asetat dan fase air. Selanjutnya dilakukan uji reaksi liberan buchard terhadap kedua fase. Dari uji kedua fase diketahui fase etil asetat yang lebih memberikan hasil positif atau yang mengandung senyawa terpenid. Kemudian dilakukan evaporasi terhadap fase vetil asetat sehingga diperoleh ekstrak kental.
b.       Fraksinasi.
Pada tahap ini dilajutkan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan beberapa campuran pelarut yang dilakukan terhadap ekstrak etil asetat untuk melihat komposisi dan sistem pelarut yang tepat yang akan digunakan dalam fraksinasi pada kromatografi kolom. Sistem pelarut antara lain : n-heksan : etil asetat = 2 : 1, metanol : air = 5 : 1, kloroform : metanol : air= 7 : 3 : 1. setelah diuji hasil KLT dan diperoleh sistem pelarut- ekstrak yang tepat , selajutnya dilakukan pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak dengan kromatografi kolom. Sampel ekstrak yang mungkin selanjutnya dilarutkan dengan kloroform untuk dihomogenkan dan setelah cukup kering dimasukkan kedalam kolom danm dielusi dengan campuran n-heksan : etil asetat menurut kenaikan gradien poleritas pelarut, mulai dari perbandingan 10 :1 sampai dengan 1 :1. selanjutnya dilakukan kromatohgrafi lapis tipis terhadap masing-masing komponen sehingga dihasilkan beberapa macam fraksi. Fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama digabung menjadi satu fraksi.
c.        Pemurnian
Fraksi yang telah dikumpulkan tadi, selajunya diuapkan kemudian dilakuakan rekristalisasi. Padatan komponen tersebut dilarutkan dengan pelarut methanol pada suhu 50o C, kemudian disaring dengan corong buchner selagi panas. Jika larutan berwarna, ditambahkan norit 1-2% dari berat padatan komponen tadi, kemudian disaring kembali dan filtratnya didinginkan dalam air es sampai terbentuk kristal.
d.       Karakterisasi
kristal yang diperoleh uji kemurniannya dengan kromatografi lapis tipis dalam eluen n-heksan : etil asetat (2:1) dilanjutkan dengan pengujian titik leleh dan diidentifikasi dengan uji pereaksi Liberman – Buchard.

Selasa, 27 November 2012

Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpenoid

 METODE KERJA
   Ekstraksi
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu :
a.       Sokletasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
b.      Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n–heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.

Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis. Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi gas – spektroskopi massa.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrakn-heksana pada kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak nheksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrakn-heksana hasil maserasi. Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Muller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C. suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Muller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidikapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standartetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.

Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi yang dipaparkan pada Tabel 1.

No
Fraksi
Jumlah Noda
Rf
Warna Ekstrak
1
A
1
0,725
Kuning
2
B
2
0,690 dan 0,600
Kuning muda
3
C
1
0,580
Kuning muda

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitu memberikan warna merah muda (positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif triterpenoid) pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi Lieberman-Burchard. Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setatanhidrat dan asam sulfat pekat. Hasil ini dipaparkan pada Tabel 2.

Nama Fraksi
Warna larutan sebelum direaksikan dengan pereaksi Liberman-Burchad
Warna larutan setelah direaksikan dengan pereaksi Liberman-Burchad
Keterangan
Fraksi A
Kuning
Merah  muda
Positif terpenoid (diterpenoid)
Fraksi B
Kuning muda
Hijau kebiruan
Negative terpenoid (steroid)
Fraksi C
Kuning muda
Ungu muda
Positif terpenoid(triterpenoid)

Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri. Dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya hambat yang lebih baik sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan noda tunggal. Hal ini dapat dikatakan fraksi A relative murni secara KLT. Isolat yang relatif murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan aktif antibakteri yang menunjukkan terdapatnya dua buah puncak dengan waktu retensi berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data di atas senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa.
Setelah difragmentasi, struktur phytadiene mengikuti pola fragmentasi senyawa pada puncak I, dengan demikian senyawa pada puncak I diduga sebagai senyawaphytadiene berdasarkan data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara senyawa puncak I dengan phytolphytadiene dan dodekane.
Berdasarkan data hasil penelusuran internet, terdapat struktur senyawa yang memiliki berat molekul m/z 336 dengan gugus dan pola fragmentasi yang memenuhi gugus dan pola fragmentasi senyawa pada puncak II, senyawa tersebut adalah 1,2-seco-cladiellan. Berdasarkan data di atas ditarik suatu kesimpulan yaitu senyawa puncak II diduga sebagai senyawa 1,2–secocladiellan, karena struktur senyawa ini memenuhi pola fragmentasi senyawa puncak II.

Kamis, 08 November 2012

UJIAN MID SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM

NAMA : TIARA NUR SHINTA
NIM : RRA1C110011


1. Jelaskan bagaimana hubungan struktur dan kereaktifan beberapa senyawa yang anda kenal terhadap suatu penyakit tertentu.
2. uraikanlah dan berikan contoh dimana letak peran penting suatu metabolit sekunder dalam suatu tumbuh-tumbuhan.
3. kemukakan gagasan anda, bagaimana idenya suatu senyawa bisa diisolasi dan purifikasi.
4. kemukakan bagaimana idenya suatu senyawa bahan alam dapat diketahui alur biosintesisnya.


JAWABAN :
1. disini saya menggunakan senyawa kurkumin yang sering disebut kurkuminoid sebagai anti kanker yaitu kurkumin
yang pertama disini saya mengambil pengantar tentang flavonoid sebagai anti kanker, dimana 

    senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah. Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase.
Senyawa-senyawa flavanoid yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawa-senyawa flavonoid dan turunannya dari tanaman nangka-nangkaan memiliki fungsi fisiologi tertentu. produksi senyawa flavanoid diduga berfungsi sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antimikroba atau antibakteri) bagi tanaman dan produksi senyawa flavanoid berfungsi sebagai alat pertahanan (antivirus). Dengan menggunakan pendekatan fungsi fisiologi ini, uji biologi artoindonesianin dan kerabatnya dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan S. Scheller, dkk yang menguji efektifitas antikanker dari ekstrak etanol propolis (EEP) pada mencit yang diinduksi dengan ehrlich carcinoma cells menunjukkan, mencit yang bisa bertahan hidup lebih banyak setelah diberi EEP. Efek antikanker EEP terhadap Ehrlich Carcinoma cells ini berkaitan dengan kandungan flavonoid pada propolis. Flavonoid mempengaruhi tahapan metabolisme sel kanker misalnya dengan cara menghambat penggabungan timidin, uridin, dan leucin dengan sel kanker tersebut sehingga dapat menghambat sintesis DNA sel kanker. Peranan flavonoid sebagai antikanker juga diperkuat oleh eksperimen lain yang menggunakan hidrokarbon aromatic polisiklik sebagai penginduksi kanker.
Mekanisme penghambatan terhadap hidrokarbon aromatic polisiklik berkaitan dengan penghambatan stimulasi metabolik yang diinduksi oleh hidrokarbon aromatic polisiklik dan memengaruhi aktivitas beberapa sel promoter. Flavonoid ini merupakan sua tu zat yang banyak terdapat pada tumbuhan, tetapi dalam propolis berada dalam bentuk terkonsentrasi.
Dengan sistem metabolismenya, lebah membuat flavonoid dari tumbuhan itu lebih efektif. Jadi lebah seolah-olah menjadi perantara flavonoid dengan manusia dan hewan. Senyawa flavonoid yang ditemukan pada EEP antara lain betulinol, quersetin, isovanilin, galangin, isalpinin, kaemferol, rhamnetin, isohmnetin, pinocembrin, pinostrobin dan pinobaksin. Saat ini propolis tersedia dalam bentuk tablet, salep, kapsul, krim, dll. Penggunaan propolis bisa pada orang sehat maupun sakit. Pada orang sehat penggunaan propolis dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Sedangkan pada orang yang sedang sakit penggunaannya bila digabungkan dengan obat sintesis bisa meningkatkan efeknya misalnya bisa meningkatkan efek penisilin.

Dalam hal ini saya mengambil jenis flavonoid yaitu Kurkumin
Curcumin ( 1,7-bis(4′ hidroksi-3 metoksifenil )-1,6 heptadien, 3,5-dion merupakan komponen penting dari Curcuma longa Linn. yang memberikan warna kuning yang khas (Jaruga et al., 1998 dan Pan et al., 1999). Curcumin termasuk golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang banyak digunakan sebagai penguat rasa pada industri makanan (Pan et al., 1999). Serbuk kering rhizome (turmerik) mengandung 3-5% Curcumin dan dua senyawa derivatnya dalam jumlah yang kecil yaitu desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid (Tonessen dan Karlsen, 1995). Curcumin tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO). Degradasi Curcumin tergantung pada pH dan berlangsung lebih cepat pada kondisi netral-basa (Aggarwal et al., 2003a). 

Struktur kimia Curcumin [1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-3,5-dion]
Aktivitas antikanker Curcumin telah banyak diteliti menggunakan berbagai pendekatan pada berbagai jenis kanker baik secara in vitro maupun in vivo. Curcumin dapat dikembangkan sebagai obat antikanker yang poten. Aktivitas antikanker Curcumin dikaitkan dengan kemampuannya sebagai penghambat COX maupun pada jalur signaling sel, baik melalui pemacuan apoptosis maupun cell cycle arrest dengan mempengaruhi produk gen penekan tumor maupun onkogen (Meiyanto, 1999). Selain itu, dikaitkan juga dengan kemampuannya sebagai antioksidan, penghambatan karsinogenesis, penghambatan proliferasi sel, antiestrogen, dan antiangiogenesis.

Untuk hubungan struktur dengan kereaktifannya yaitu senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah. Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase. Aktivitas antikanker Curcumin dikaitkan dengan kemampuannya sebagai penghambat COX maupun pada jalur signaling sel, baik melalui pemacuan apoptosis maupun cell cycle arrest dengan mempengaruhi produk gen penekan tumor maupun onkogen.Selain itu, dikaitkan juga dengan kemampuannya sebagai antioksidan, penghambatan karsinogenesis, penghambatan proliferasi sel, antiestrogen, dan antiangiogenesis.                                            


 2. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu.
Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai alelopati. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model untuk membuat obat baru, contohnya adalah aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatile. Salah satu contoh metabolit sekunder yang menyebabkan rasa yaitu kafein, dimana rasa yang dihasilkan adalah rasa pahit. Senyawa ini terdapat pada tanaman kopi, teh dan kakao.
Contoh :
Senyawa metabolit sekunder dari tanaman kopi yaitu kafein.

Tanaman kopi yang banyak mengandung kafein apabila tumbuh disuatu daerah maka secara tidak langsung tanaman yang lain atau tanaman kopi lainnya akan sulit tumbuh disekitarnya. Hal ini disebabkan karena tanah disekitar tanaman kopi tersebut juga mengandung kafein, sehingga secara otomatis unsur hara dan kandungan kimia pada tanah tersebut akan berubah. Perubahan struktur dan kandungan tanah ini menyebabkan tanaman yang tidak kuat atau tidak peka terhadap kafein akan sulit tumbuh, sedangkan tanaman yang kuat akan tumbuh dengan baik. Tanah disekitar tanaman kopi mengandung kafein dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya yaitu: akibat dari biji kopi, daun-daun kopi ataupun ranting-ranting kopi yang berjatuhan ke tanah.  
Kafeina dijumpai pada banyak spesies tumbuhan, di mana ia berperan sebagai pestisida alami. Dilaporkan bahwa kadar kafeina yang tinggi dijumpai pada semaian yang baru tumbuh. Kafeina melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut. Kadar kafeina yang tinggi juga ditemukan pada tanah disekitar semai biji kopi. Diketahui bahwa ia berperan sebagai penghambat perkecambahan yang menghambat perkecambahan semai kopi lain di sekitarnya, sehingga meningkatkan tingkat keberlangsungan hidup kecambah kopi itu sendiri.
Sumber kafeina yang umumnya sering digunakan adalah kopi, teh, dan kakao. Selain itu, tanaman maté dan guarana juga kadang-kadang digunakan dalam pembuatan minuman energi dan teh. Dua nama alternatif kafeina, mateina dan guaranina, berasal dari nama dua tanaman tersebut. Beberapa penggemar mate mengklaim bahwa mateina adalah stereoisomer dari kafeina. Hal ini tidaklah benar, karena kafeina merupakan molekul akiral, sehingga ia tidak mempunyai enantiomer ataupun stereoisomer. Kesan dan efek berbeda yang dijumpai pada berbagai sumber kafeina alami disebabkan oleh sumber-sumber kafeina tersebut juga mengandung campuran alkaloid xantina lainnya, meliputi teofilina yang merangsang detak jantung, teobromina, dan zat-zat lainnya seperti polifenol.
Kesimpulan :
Disini letak peran penting suatu metabolit sekunder dalam tumbuhan kopi ini terletak dalam kafein karena didalam kafein ini terdapat sebagai pestisida alami dan sebagai penghambat perkecambahan yang menghambat perkecambahan semai kopi lain di sekitarnya, sehingga meningkatkan tingkat keberlangsungan hidup kecambah kopi itu sendiri.



3.Isolasi ini digunakan berdasarkan sifat kimia atau kereaktifan bahan alam terhadap pereaksi tertentu. Bahan alam diisolasi melalui reaksi kimia dan dipisahkan dari senyawa lain yang tidak bereaksi.
Proses purifikasi adalah metode untuk mendapatkan komponen bahan alam murni bebas dari komponen kimia lain yang tidak dibutuhkan.  menurut saya suatu senyawa bisa diisolasi dengan cara melakukan isolasi terhadap senyawa bahan alam berdasarkan sifat bahan alam tersebut yang dapat digolongkan menjadi isolasi cara fisis dan kimia. Untuk langkah awal dalam melakukan isolasi ini dapat dilakukan melalui identifikasi simplisa untuk mencari tahu senyawa apa yang ada dalam tumbuhan tersebut, seperti menguji senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid dan terpenoid.
Setelah menguji senyawa tersebut maka kita dapat mengetahui senyawa apa saja yang terkandung didalam tumbuhan tersebut yang mungkin bermanfaaat dan dapat digunakan untuk berbagai pembuatan obat-obatan contohnya dengan pelarut yang berbeda.
 Disni kita dapat mengtahui pengertian dari Isolasi yaitu salah satu metode dalam memperoleh suatu senyawa di dalam sampel sedangkan pemurnian adalah memisahkan komponen yang dicari dengan komponen-komponen lain yang dapat mengganggu identifikasi kualitatif dan penentuan kuantitatifnya. Kedua metode ini bisa disebut metode pemisahan. Prosedur pemisahan di laboratorium dapat digunakan untuk pemurnian senyawa, identifikasi kualitatif dan penentuan kuantitatif komponen yang dicari dalam suatu sampel bahan. Tujuan pemisahan dalam analisis kimia adalah memisahkan komponen yang dicari dengan komponen-komponen lain yang dapat menggangu identifikasi kualitatif dan penentuan kuantitatifnya. Klasifikasi pemisahan dapat dibedakan atas dasar : (a) sifat fisik dan kimia; (b) tipe prosesnya; (c) tipe fasanya. Pemisahan mempunyai kedudukan penting pada pekerjaan tahap-tahap analisis kimia. Dalam suatu sampel, komponen yang diinginkan umunya selalu berada bersama-sama dengan komponen lain. Pemisahan yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil pengukuran menjadi bias. Hal ini akan mempengaruhi hasil analisis data, penarikan kesimpulan, dan pelaporan. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang berbeda-beda, tergantung sifat masing-masing senyawa.

 
4.Menurut saya jalur biosintesis ini dapat dianalisis melalui senyawa kompleks sehingga dapat diketahui building block penyusunnya yang dapat mengarahkan kita kepada senyawa asal dari jalur biosintesis ini.
 Suatu senyawa bahan alam dapat diketahui  alur biosintesisnya yaitu dengan:
  1. Menganalisis senyawa kompleks sehingga dapat diketahui building block penyusunnya yang dapat mengarahkan kita kepada senyawa asal dan jalur biosintesisnya.
  2. Pelabelan dengan radioisotop.
Kegunaan mengetahui jalur biosintesis adalah dapat melakukan derivatisasi. Setelah kita mengetahui jalur biosintesisnya , dan ternyata jalur biosintesisnya bercabang- cabang maka kita dapat melakukan blocking pada salah satu cabang. Dengan adanya blocking tersebut maka kita dapat meningkatkan metabolit sekunder yang kita inginkan dari jalur biosintesis yang tidak kita blocking.
Alasan mengapa jalur biosintesis digunakan :
1. Bisa mengubah senyawa awal menjadi senyawa baru yang lebih bermanfaat
2. Berdasarkan biosintesis, metabolit sekunder dapat diumpankan dengan prazat untuk menjadi produk yang lebih cepat
 3. Mengubah senyawa tertentu menjadi senyawa lain untuk menggantikan reaksi